"Hey! I'm Eggy. Thank's for visiting ga je Blog! Please have a seat and make yourself comfy while reading my blog."

Sabtu, 23 November 2013

Franklyn (Cerpen)



          “Franklyn! Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Hugo dari kejauhan.
          "Cepat ambil busurmu dan ikutlah berburu bersama kami di hutan!!” Suara Ralf lantang memanggil pemuda bertubuh tambun yang sedang asyik memandangi langit pagi ini.
          “....” Pemuda tambun itu tak menjawab. Dia masih berbaring di atas bukit kecil dekat hutan pinus.
          “Franklyn, ayolah! Kau sudah berada di sana sejak matahari terbit.” Ralf masih menunggu jawaban.
          “Tidak Ralf, kalian bertiga saja yang pergi! Aku tidak ingin berburu!” Franklyn menjawabnya dengan tenang. Tak sedikit pun ia menoleh kearah sahabat-sahabatnya. Kedua bola matanya masih terpaku menatap langit biru yang amat cerah.
          Ralf, sahabatnya yang bertubuh tegap itu memberi isyarat kepada Hugo dan Fulvian untuk bersiap memasuki hutan. Mereka mengangkat kantong anak panah dan sebuah ransel yang telah mereka siapkan. Dengan busur di tangan dan belati yang terselip di pinggang, mereka bertiga terlihat benar-benar siap untuk berburu.
          “Haaah, selalu saja seperti itu.” Fulvian mengikuti langkah Ralf sambil mendengus. Bosan mendengar jawaban yang sama setiap kali mengajak Franklyn pergi berburu.
          “Ya, semoga traumanya itu cepat hilang.” Hugo setengah berharap.
          Santai, tenang, tidak suka hal rumit dan melelahkan. Seperti itulah Franklyn. Dia lebih senang berada di desanya itu daripada harus mengikuti sahabat-sahabatnya pergi berburu. Dia juga sangat mengagumi desa yang berdiri dengan anggun di atas tanah Skandinavia itu. Menikmati keindahan alam desanya yang berkarpetkan rumput hijau, berhiaskan bunga-bunga kecil berwarna kuning yang bertaburan di atasnya. Berbatasan dengan hutan pinus di sisi timurnya dan sungai yang mengalir tenang di sisi baratnya. Dengan latar belakang pegunungan yang melintang dari utara sampai ke timur laut, alam desa itu semakin terlihat indah. Tak jarang Franklyn mengeluarkan selembar kanvas dan beberapa kuas kesayanganya untuk melukis keindahan alam desanya yang kadang dibuatnya sangat indah dan dramatis.
          Terkadang, jika sedang libur dari pekerjaannya di bar, ia berbaring di atas rerumputan hijau dekat sungai, memandang langit sambil meniup seruling yang selalu dibawanya kemana pun ia pergi. Melukiskan keindahan alam dengan nada-nada merdu yang keluar dari serulingnya itu.

          “Hai Franklyn!” Seorang gadis berparas cantik dan berambut coklat panjang mengejutkan Franklyn.
          “Oh, hai Bonnie.” Franklyn tersenyum ramah pada gadis cantik itu.
          Bonnie adalah salah seorang teman baik Franklyn sejak kecil, sama seperti Ralf, Fulvian dan Hugo. Bonnie menjadi satu-satunya perempuan dalam lingkup persahabatan mereka.
          “Apa yang sedang kau lakukan? Mana Ralf dan yang lainnya?” tanya gadis cantik itu dan duduk di sebelah Franklyn.
          “Seperti biasa, mereka pergi berburu ke dalam hutan dan aku melepas lelah setelah seminggu penuh bekerja di bar milik ayahmu itu hahaha,” jawab Franklyn sambil tersenyum.
          Bonnie membalas senyuman sahabatnya itu dengan hangat.
          “Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Franklyn.
          “Aku dari pasar, belanja sayuran, tapi saat perjalanan pulang aku melihatmu dari kejauhan, jadi aku ke sini,” jelas Bonnie. “Mana Ralf, Fulvian dan Hugo?”
          “Ke hutan, pergi berburu.”
          “Berburu? Mmm, sepertinya aku tidak pernah melihatmu pergi berburu bersama mereka, tak pernahkah kau pergi berburu berasama mereka?” kata Bonnie pelan kepada Franklyn.
          “Pernah, hanya sekali, tapi tidak bersama mereka, haha.”
          “Lalu, kenapa kau tidak pernah berburu lagi?” tanya Bonnie sambil mendudukan diri di sebelah Franklyn.
          “Saat itu, aku menyusul Ralf ke dalam hutan untuk berburu dengan mengikuti jejak mereka.”
          “Kau bisa membaca jejak?”
          “Ya, walaupun tak sebaik Ralf dan Hugo hahaha,” Franklyn tertawa dan mendudukan tubuh gemuknya di sebelah Bonnie. “Saat ditengah hutan, aku menemukan seekor rusa yang sangat anggun, lengkap dengan tanduk indahnya yang bagaikan sebuah mahkota.” Ia mulai bercerita.
          “Apa kau berhasil memburunya?”
          “Tidak. Hanya hampir,” Franklyn duduk kembali. “Aku berhasil mendekat dan telah siap untuk menangkapnya, tapi....” Franklyn menghela napasnya. “... saat aku mulai menarik busurku, tiba-tiba rusa itu berlari ke arahku dan menanduk dadaku dengan sangat keras. Berulang kali.” Franklyn memegangi dadanya.
          Bonnie menatap Franklyn seakan tak percaya sahabatnya pernah mengalami kejadian mengerikan seperti itu.
          “Rusa itu pergi setelah melihatku jatuh ke jurang yang tak begitu dalam. Aku terluka parah dan hampir tak sadarkan diri, yang bisa kulakukan saat itu hanya merangkak perlahan untuk mencari pertolongan, sambil berharap Ralf akan menemukanku.” Franklyn mendongak menatap langit. Mengingat-ingat semua kejadian itu.
          “Oh Franklyn, aku tidak tau kalau berburu itu bisa sebegitu berbahayanya.” Bonnie begitu sedih mendengar peristiwa yang menimpa sahabatnya.
          “Aku benar-benar tersesat di tengah hutan,” kata Franklyn lirih. “Tapi aku berhasil menemukan sebuah danau dan memutuskan untuk beristirahat di sana sampai ada yang menemukanku.”
          “Danau? Ayahku pernah bercerita, kalau ia pernah melihat danau yang sangat indah di tengah hutan itu. Ku harap, danau itu memang benar-benar indah.”
          “Ayahmu benar Bonnie, danau itu benar-benar indah. Sangat indah. Airnya berwarna torquoise dan banyak angsa yang sedang mencari makan atau sekedar bermain air di atasnya. Burung-burung yang bernyanyi dari atas ranting pohon. Cahaya matahari yang sangat halus menyorot pemandangan indah itu. Rasanya seperti melihat surga. Jiwaku merasa tenang melihatnya.”
          “Sebegitu indahkah? Oooh, aku ingin melihatnya dengan kedua mataku sendiri!” Mata Bonnie berbinar. Ia benar-benar bersungguh-sungguh.
          “Hahaha, tapi jalan ke sana tidaklah mudah Bonnie. Ada hutan gelap beserta binatang buas yang siap menghentikan langkahmu. Cuma orang-orang yang percaya dan luar biasa yang bisa sampai di surga kecil itu.”
          “Kalau begitu aku harus jadi orang yang luar biasa, agar aku bisa ke sana. Lalu bermain di surga itu sampai puas hahaha,” kata Bonnie. “Franklyn, apa kau sempat bermain-main atau berkeliling di sana?” tanya Bonnie antusias. Tekadnya begitu kuat untuk pergi ke danau itu.
          “Kau gila? Aku sedang terluka parah, ingat? Yang bisa kulakukan hanya melihat keindahannya. Melihat angsa-angsa yang menari-nari di atas air. Melihat burung-burung yang bernyanyi riang. Ya, tidak lebih, tapi aku tetap senang bisa melihatnya hahaha.”
          “Huuuh, sayang sekali. Lalu bagaimana caramu pulang?”
          “Saat matahari hampir terbenam, Ralf dan teman-teman menemukannku. Telah hancur, tak berdaya dan tanpa harapan. Mereka membawaku kembali ke desa. Aku beruntung Ralf menemukanku, karena jika tidak aku akan menjadi orang yang sangat menderita haha.”
          “Kenapa menderita? Kau berada di salah satu tempat terindah! Sebuah taman surga yang jatuh ke bumi Franklyn!” Bonnie sangat heran dengan Franklyn.
          “Itulah yang akan membuatku menderita, mampu melihat betapa indahnya surga tapi tak dapat merasakan keindahanya. Dan akan tetap begitu sampai aku mati. Mengerikan bukan?”

          “Kalau kau bilang begitu, ya, kedengarannya jadi sangat mengerikan, sungguh ironis.” Bonnie tertunduk.

          “Apa itu membuatmu takut untuk pergi ke sana?” tanya Franklyn.
          “Tentu saja tidak, aku selalu ingin pergi ke sana. Aku ingin melihatnya, merasakannya dan bermain-main di pinggir danau itu sampai puas.”
          “Lalu? Bagaimana caramu pergi ke sana?”
          “Pergi bersama Ralf, Fulvian, Hugo dan tentu saja kau Franklyn,” kata Bonnie sambil menunjuk wajah Franklyn.
          “Aku juga? Kenapa? Aku tidak mau masuk ke dalam hutan dan terluka parah lagi.”
          “Kau harus melawan rasa takutmu Franklyn, hanya pergi ke hutan sekali tidak berarti akan membuatmu selalu seperti pertama kali kau ke sana.”
          “Aku tidak yakin Bonnie, mungkin akan sama saja. Aku tidak secerdik Hugo, tubuhku tidak sekuat Ralf, gerakanku juga tidak secepat dan segesit Fulvian. Jika aku ikut dengan mereka, mungkin aku hanya akan merepotkan mereka nantinya.”
          “Bicara apa kau? Kita semua ini berteman sudah sangat lama, sejak kita kecil, tak peduli semerepotkan apa dirimu nanti, mereka pasti akan melindungi sambil mengajarimu cara berburu dan bertahan hidup di hutan.”
          “Hmmm....” Franklyn hanya tertunduk dan menghela napas.
          “Mereka tidak bisa menolongmu kalau kau meragukan mereka. Kau harus percaya pada mereka Franklyn.”
          “Aku percaya, hanya saja ... aku terlalu takut untuk pergi ke hutan. Aku tidak ingin merepotkan mereka.”
          “Franklyn, mereka telah menolongmu keluar dari hutan saat kau terluka parah, ingat? Pernahkah kau bertanya pada mereka, apa mereka merasa kerepotan menggendongmu keluar hutan sementara ada banyak binatang buas yang mengintai kalian?”
          “....” Franklyn tetap menunduk dan terdiam.
          “Franklyn, masih adakah keinginan dalam hatimu untuk melihat dan menikmati keindahan danau itu lagi?”
          “Ya, aku ingin melihatnya, tapi....”
          “Tapi apa? Franklyn, jika kau ingin pergi ke sana, kau harus percaya dan jadi orang yang luar biasa, seperti yang kau bilang tadi.”

          “Tapi bagaimana caranya? Menjadi luar biasa agar bisa pergi ke sana bukanlah hal yang mudah Bonnie.

          “Langkah pertama yang harus kau lakukan adalah menghilangkan rasa takutmu. Kau harus berani! Kau ini laki-laki, jangan menyerah hanya karena alasan takut.”
          Franklyn mengangkat kepalanya perlahan. Menatap Bonnie yang bangkit dan berdiri di hadapannya.
          “Ayolah Franklyn, kau pasti bisa. Aku percaya kau bisa.” Bonnie mulai membesarkan hati Franklyn.
          “Bonnie, benarkah kau percaya aku bisa menghilangkan rasa takut ini?”
          “Tentu saja! Dan kita pasti akan pergi ke danau itu bersama Ralf, Fulvian dan Hugo.”
          Franklyn tersenyum kecil, namun terlihat sangat bahagia.
          “Baiklah, aku harus pulang, ibuku pasti akan marah jika sayuran pesanannya tak kunjung datang hahaha.” Bonnie berjalan cepat meninggalkan Franklyn di belakangnya yang masih terduduk menatapnya.
          “Daaaah Franklyn!” Bonnie melambaikan tangan ke arah Franklyn.
          Franklyn membalas lambaian tangan Bonnie sambil tersenyum. Entah kenapa, Franklyn terlihat sangat cerah dan bahagia. Seperti ada semangat baru yang muncul dalam dirinya.
          Franklyn pun bangkit dari duduknya dan berdiri tegap menghadap hutan pinus di sebelah timur desa. Tempat dimana Ralf, Fulvian dan Hugo biasa berburu. Tempat dimana ia sendiri pernah terluka parah dan hampir mati. Tempat dimana terdapat sebuah danau yang sangat indah, sebuah taman kecil di surga yang jatuh ke bumi.
          Senyum Franklyn melebar. Matanya mulai berbinar. Semangatnya berkobar. Tekadnya pun sudah bulat untuk kembali melihat keindahan danau itu dengan kedua matanya lagi.
          “Benar kata Bonnie, aku harus mulai melawan rasa takut ini. Aku harus kembali ke sana, taman surga.” Franklyn bicara pada dirinya sendiri. “Aku harus percaya bahwa aku bisa kembali ke sana.
          Tangan Franklyn mulai mengepal. “Aku bisa melawan rasa takut ini. Aku harus percaya aku bisa.

Sumber gambar:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ko cuma baca doang? di komen laaaaah..

Hujan