“Franklyn! Apa yang
sedang kau lakukan?” tanya Hugo dari kejauhan.
"Cepat ambil busurmu dan ikutlah berburu bersama kami di
hutan!!” Suara Ralf lantang memanggil pemuda bertubuh tambun yang sedang asyik
memandangi langit pagi ini.
“....” Pemuda tambun itu tak menjawab. Dia masih berbaring di
atas bukit kecil dekat hutan pinus.
“Franklyn, ayolah! Kau sudah berada di sana sejak matahari
terbit.” Ralf masih menunggu jawaban.
“Tidak Ralf, kalian bertiga saja yang pergi! Aku tidak ingin
berburu!” Franklyn menjawabnya dengan tenang. Tak sedikit pun ia menoleh kearah
sahabat-sahabatnya. Kedua bola matanya masih terpaku menatap langit biru yang
amat cerah.
Ralf, sahabatnya yang bertubuh tegap itu memberi isyarat kepada
Hugo dan Fulvian untuk bersiap memasuki hutan. Mereka mengangkat kantong
anak panah dan sebuah ransel yang telah mereka siapkan. Dengan busur
di tangan dan belati yang terselip di pinggang, mereka bertiga terlihat benar-benar
siap untuk berburu.
“Haaah, selalu saja seperti itu.” Fulvian mengikuti langkah Ralf
sambil mendengus. Bosan mendengar jawaban yang sama setiap kali mengajak
Franklyn pergi berburu.
“Ya, semoga traumanya itu cepat
hilang.” Hugo setengah berharap.
Santai, tenang, tidak suka hal rumit dan melelahkan. Seperti
itulah Franklyn. Dia lebih senang berada di desanya itu daripada harus
mengikuti sahabat-sahabatnya pergi berburu. Dia juga sangat mengagumi desa yang
berdiri dengan anggun di atas tanah Skandinavia itu. Menikmati keindahan alam
desanya yang berkarpetkan rumput hijau, berhiaskan bunga-bunga kecil berwarna
kuning yang bertaburan di atasnya. Berbatasan dengan hutan pinus di sisi
timurnya dan sungai yang mengalir tenang di sisi baratnya. Dengan latar
belakang pegunungan yang melintang dari utara sampai ke timur laut, alam desa
itu semakin terlihat indah. Tak jarang Franklyn mengeluarkan selembar
kanvas dan beberapa kuas kesayanganya untuk melukis keindahan alam desanya yang
kadang dibuatnya sangat indah dan dramatis.
Terkadang, jika sedang libur dari pekerjaannya di bar, ia berbaring
di atas rerumputan hijau dekat sungai, memandang langit sambil meniup
seruling yang selalu dibawanya kemana pun ia pergi. Melukiskan keindahan alam
dengan nada-nada merdu yang keluar dari serulingnya itu.
“Hai Franklyn!” Seorang gadis berparas cantik dan berambut coklat
panjang mengejutkan Franklyn.
“Oh, hai Bonnie.” Franklyn tersenyum
ramah pada gadis cantik itu.
Bonnie adalah salah seorang teman
baik Franklyn sejak kecil, sama seperti Ralf, Fulvian dan Hugo. Bonnie menjadi
satu-satunya perempuan dalam lingkup persahabatan mereka.
“Apa yang sedang kau lakukan? Mana Ralf dan yang lainnya?” tanya
gadis cantik itu dan duduk di sebelah Franklyn.
“Seperti biasa, mereka pergi berburu ke dalam hutan dan aku melepas
lelah setelah seminggu penuh bekerja di bar milik ayahmu itu hahaha,” jawab
Franklyn sambil tersenyum.
Bonnie membalas senyuman sahabatnya
itu dengan hangat.
“Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Franklyn.
“Aku dari pasar, belanja sayuran, tapi saat perjalanan pulang aku
melihatmu dari kejauhan, jadi aku ke sini,” jelas Bonnie. “Mana Ralf, Fulvian
dan Hugo?”
“Ke hutan, pergi berburu.”
“Berburu? Mmm, sepertinya aku tidak pernah melihatmu pergi berburu
bersama mereka, tak pernahkah kau pergi berburu berasama mereka?” kata Bonnie
pelan kepada Franklyn.
“Pernah, hanya sekali, tapi tidak bersama mereka, haha.”
“Lalu, kenapa kau tidak pernah
berburu lagi?” tanya Bonnie sambil mendudukan diri di sebelah Franklyn.
“Saat itu, aku menyusul Ralf ke dalam
hutan untuk berburu dengan mengikuti jejak mereka.”
“Kau bisa membaca jejak?”
“Ya, walaupun tak sebaik Ralf dan
Hugo hahaha,” Franklyn tertawa dan mendudukan tubuh gemuknya di sebelah Bonnie.
“Saat ditengah hutan, aku menemukan seekor rusa yang sangat anggun, lengkap
dengan tanduk indahnya yang bagaikan sebuah mahkota.” Ia mulai bercerita.
“Tidak. Hanya hampir,” Franklyn duduk kembali. “Aku berhasil mendekat
dan telah siap untuk menangkapnya, tapi....” Franklyn menghela napasnya. “... saat
aku mulai menarik busurku, tiba-tiba rusa itu berlari ke arahku dan menanduk
dadaku dengan sangat keras. Berulang kali.” Franklyn memegangi dadanya.
Bonnie menatap Franklyn seakan tak
percaya sahabatnya pernah mengalami kejadian mengerikan seperti itu.
“Rusa itu pergi setelah melihatku jatuh
ke jurang yang tak begitu dalam. Aku terluka parah dan hampir tak sadarkan diri,
yang bisa kulakukan saat itu hanya merangkak perlahan untuk mencari pertolongan,
sambil berharap Ralf akan menemukanku.” Franklyn mendongak menatap langit.
Mengingat-ingat semua kejadian itu.
“Oh Franklyn, aku tidak tau kalau
berburu itu bisa sebegitu berbahayanya.” Bonnie begitu sedih mendengar peristiwa
yang menimpa sahabatnya.
“Aku benar-benar tersesat di tengah
hutan,” kata Franklyn lirih. “Tapi aku berhasil menemukan sebuah danau dan
memutuskan untuk beristirahat di sana sampai ada yang menemukanku.”
“Danau? Ayahku pernah bercerita, kalau ia pernah melihat danau yang
sangat indah di tengah hutan itu. Ku harap, danau itu memang benar-benar
indah.”
“Ayahmu benar Bonnie, danau itu
benar-benar indah. Sangat indah. Airnya berwarna torquoise dan banyak angsa yang sedang mencari makan atau sekedar
bermain air di atasnya. Burung-burung yang bernyanyi dari atas ranting pohon.
Cahaya matahari yang sangat halus menyorot pemandangan indah itu. Rasanya
seperti melihat surga. Jiwaku merasa tenang melihatnya.”
“Sebegitu indahkah? Oooh, aku ingin
melihatnya dengan kedua mataku sendiri!” Mata Bonnie berbinar. Ia benar-benar
bersungguh-sungguh.
“Hahaha, tapi jalan ke sana tidaklah
mudah Bonnie. Ada hutan gelap beserta binatang buas yang siap menghentikan
langkahmu. Cuma orang-orang yang percaya dan luar biasa yang bisa sampai di
surga kecil itu.”
“Kalau begitu aku harus jadi orang
yang luar biasa, agar aku bisa ke sana. Lalu bermain di surga itu sampai puas
hahaha,” kata Bonnie. “Franklyn, apa kau sempat bermain-main atau berkeliling
di sana?” tanya Bonnie antusias. Tekadnya begitu kuat untuk pergi ke danau itu.
“Kau gila? Aku sedang terluka parah,
ingat? Yang bisa kulakukan hanya melihat keindahannya. Melihat angsa-angsa yang
menari-nari di atas air. Melihat burung-burung yang bernyanyi riang. Ya, tidak
lebih, tapi aku tetap senang bisa melihatnya hahaha.”
“Huuuh, sayang sekali. Lalu bagaimana
caramu pulang?”
“Saat matahari hampir terbenam, Ralf
dan teman-teman menemukannku. Telah hancur, tak berdaya dan tanpa harapan. Mereka
membawaku kembali ke desa. Aku beruntung Ralf menemukanku, karena jika tidak
aku akan menjadi orang yang sangat menderita haha.”
“Kenapa menderita? Kau berada di
salah satu tempat terindah! Sebuah taman surga yang jatuh ke bumi Franklyn!”
Bonnie sangat heran dengan Franklyn.
“Itulah yang akan membuatku
menderita, mampu melihat betapa indahnya surga tapi tak dapat merasakan
keindahanya. Dan akan tetap begitu sampai aku mati. Mengerikan bukan?”
“Kalau kau bilang begitu, ya,
kedengarannya jadi sangat mengerikan, sungguh ironis.” Bonnie tertunduk.
“Apa itu membuatmu takut untuk pergi
ke sana?” tanya Franklyn.
“Tentu saja tidak, aku selalu ingin
pergi ke sana. Aku ingin melihatnya, merasakannya dan bermain-main di pinggir
danau itu sampai puas.”
“Lalu? Bagaimana caramu pergi ke
sana?”
“Pergi bersama Ralf, Fulvian, Hugo
dan tentu saja kau Franklyn,” kata Bonnie sambil menunjuk wajah Franklyn.
“Aku juga? Kenapa? Aku tidak mau masuk
ke dalam hutan dan terluka parah lagi.”
“Kau harus melawan rasa takutmu
Franklyn, hanya pergi ke hutan sekali tidak berarti akan membuatmu selalu
seperti pertama kali kau ke sana.”
“Aku tidak yakin Bonnie, mungkin akan
sama saja. Aku tidak secerdik Hugo, tubuhku tidak sekuat Ralf, gerakanku juga
tidak secepat dan segesit Fulvian. Jika aku ikut dengan mereka, mungkin aku
hanya akan merepotkan mereka nantinya.”
“Bicara apa kau? Kita semua ini
berteman sudah sangat lama, sejak kita kecil, tak peduli semerepotkan apa
dirimu nanti, mereka pasti akan melindungi sambil mengajarimu cara berburu dan
bertahan hidup di hutan.”
“Hmmm....” Franklyn hanya tertunduk
dan menghela napas.
“Mereka tidak bisa menolongmu kalau
kau meragukan mereka. Kau harus percaya pada mereka Franklyn.”
“Aku percaya, hanya saja ... aku terlalu
takut untuk pergi ke hutan. Aku tidak ingin merepotkan mereka.”
“Franklyn, mereka telah menolongmu
keluar dari hutan saat kau terluka parah, ingat? Pernahkah kau bertanya pada
mereka, apa mereka merasa kerepotan menggendongmu keluar hutan sementara ada
banyak binatang buas yang mengintai kalian?”
“....” Franklyn tetap menunduk dan
terdiam.
“Franklyn, masih adakah keinginan dalam
hatimu untuk melihat dan menikmati keindahan danau itu lagi?”
“Ya, aku ingin melihatnya, tapi....”
“Tapi apa? Franklyn, jika kau ingin
pergi ke sana, kau harus percaya dan jadi orang yang luar biasa, seperti yang
kau bilang tadi.”
“Tapi bagaimana caranya?
Menjadi luar biasa agar bisa pergi ke sana bukanlah hal yang mudah Bonnie.
“Langkah pertama yang harus kau
lakukan adalah menghilangkan rasa takutmu. Kau harus berani! Kau ini laki-laki,
jangan menyerah hanya karena alasan takut.”
Franklyn mengangkat kepalanya
perlahan. Menatap Bonnie yang bangkit dan berdiri di hadapannya.
“Ayolah Franklyn, kau pasti bisa. Aku
percaya kau bisa.” Bonnie mulai membesarkan hati Franklyn.
“Bonnie, benarkah kau percaya aku
bisa menghilangkan rasa takut ini?”
“Tentu saja! Dan kita pasti akan
pergi ke danau itu bersama Ralf, Fulvian dan Hugo.”
Franklyn tersenyum kecil, namun
terlihat sangat bahagia.
“Baiklah, aku harus pulang, ibuku
pasti akan marah jika sayuran pesanannya tak kunjung datang hahaha.” Bonnie
berjalan cepat meninggalkan Franklyn di belakangnya yang masih terduduk
menatapnya.
“Daaaah Franklyn!” Bonnie melambaikan
tangan ke arah Franklyn.
Franklyn membalas lambaian tangan
Bonnie sambil tersenyum. Entah kenapa, Franklyn terlihat sangat cerah dan bahagia.
Seperti ada semangat baru yang muncul dalam dirinya.
Franklyn pun bangkit dari duduknya
dan berdiri tegap menghadap hutan pinus di sebelah timur desa. Tempat dimana
Ralf, Fulvian dan Hugo biasa berburu. Tempat dimana ia sendiri pernah terluka
parah dan hampir mati. Tempat dimana terdapat sebuah danau yang sangat indah,
sebuah taman kecil di surga yang jatuh ke bumi.
Senyum Franklyn melebar. Matanya
mulai berbinar. Semangatnya berkobar. Tekadnya pun sudah bulat untuk kembali
melihat keindahan danau itu dengan kedua matanya lagi.
“Benar kata Bonnie, aku harus mulai
melawan rasa takut ini. Aku harus kembali ke sana, taman surga.” Franklyn
bicara pada dirinya sendiri. “Aku harus percaya bahwa aku bisa kembali ke sana.
Tangan Franklyn mulai
mengepal. “Aku bisa melawan rasa takut ini. Aku harus percaya aku bisa.”
Sumber gambar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ko cuma baca doang? di komen laaaaah..